Apa yang ada disini?

Senin, 11 April 2016

Fenomenologi, Social Exchange theory, Coordinate management of meaning

Fenomenologi
Tradisi fenomenologi memfokuskan perhatiannya terhadap pengalaman sadar seorang individu. Teori komunikasi yang masuk dalam tradisi fenomenologi berpandangan bahwa manusia secara aktif menginterpretasikan pengalaman mereka, sehingga mereka dapat memahami lingkungannya melalui pengalaman personal dan langsung dengan lingkungan. Tradisi fenomenologi memberikan penekanan sangat kuat pada persepsi dan interpretasi dari pengalaman individu adalah lebih penting dan memiliki otoritas lebih besar daripada hipotesa penelitian sekalipun. Tradisi Fenomenologi ini terbagi lagi ke dalam tiga bagian yaitu :

1. Fenomenologi klasik
Edmun Husserl, tokoh pendiri fenomenologi modern, adalah salah satu pemikir fenomenologi klasik. Menurutnya orang harus berdisiplin dalam menerima pengalaman itu. Dengan kata lain, pengalaman sadar individu adalah jalan yang tepat untuk menemukan realitas.
2. Fenomenologi Persepsi
Gagasan ini menolak Fenomenologi Klasik, Justru mereka mendukung gagasan bahwa pengalaman adalah subjektif, tidak objektif sebagaimana pandangan Husserls. Mereka percaya bahwa subjektivitas justru sebagai pengetahuan yang penting. Tokoh penting dalam tradisi ini adalah Maurice Merleau-Ponty yang pandangannya dianggap mewakili gagasan mengenai fenomenologi ini.
3. Fenomenologi Hermenetik
Fenomenologi ini mirip dengan fenemenologi persepsi namun dikembangkan lagi secera luas dengan menerapkannya secara komprehensif dalam komunikasi. Tokoh dibidang ini adalah Martin Heidegger yang dikenal dengan karya. Hal yang paling penting menurutnya dalah “pengalaman alami” yang terjadi begitu saja ketika orang hidup didunia.




Teori Social Exchange
Teori social exchange adalah sebuah teori yang mengemukakan bahwa kontribusi seseorang dalam suatu hubungan, di mana hubungan tersebut dapat mempengaruhi kontribusi orang lain. Tokoh dari teori ini adalah Thibault dan Kelley. Mereka mengemukakan bahwa orang mengevaluasi hubungannya dengan orang lain dengan mempertimbangkan konsekuensinya, khususnya terhadap ganjaran yang diperoleh dan upaya yang telah dilakukan, orang akan memutuskan untuk tetap tinggal dalam hubungan tersebut atau pergi meninggalkannya. Di dalam teori ini terdapat istilah Comparison Levels yaitu, ukuran bagi keseimbangan pertukaran antara untung dan rugi dalam hubungan dengan orang lain. Teori ini sama halnya dengan transaksi dalam berdagang, di mana ada untung dan rugi.
Asumsi dasar teori ini adalah bahwa setiap individu secara sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan sosial hanya selama hubungan tersebut cukup memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan biaya. “Ganjaran, biaya, laba, dan tingkat perbandingan merupakan empat konsep pokok dalam teori ini”.
a.       Ganjaran
Setiap akibat yang dinilai positif yang diperoleh seseorang dari suatu hubungan. Ganjaran bisa berupa uang, penerimaan sosial, atau dukungan terhadap nilai-nilai yang dipegangnya. Nilai suatu ganjaran berbeda-beda antara seseorang dengan orang lain, dan berlainan antara waktu yang satu dengan waktu yang lainnya.
b.      Biaya
Biaya adalah akibat yang dinilai negative yang terjadi dalam suatu hubungan. Biaya dapat berupa waktu, usaha, konflik, kecemasan, dan keruntuhan harga diri serta kondisi-kondisi dapat lain yang dapat menghabiskan sumber kekayaan atau dapat menimbulkan efek-efek yang tidak menyenangkan. Seperti ganjaran, biayapun berubah-ubah sesuai dengan waktu dan orang yang terlibat di dalamnya.
c.       Hasil atau Laba
Hasil atau laba adalah ganjaran dikurangi biaya. Jika seseorang dalam suatu hubungan tidak mendapatkan keuntungan maka ia akan mencari hubungan lain yang mendatangkan laba.
d.      Tingkat Perbandingan
Tingkat perbandingan ini menunjukan ukuran baku yang dipakai sebagai kriteriam dalam menilai hubungan individu pada waktu sekarang. Ukuran baku ini dapat berupa pengalaman individu pada masa lalu atau alternatife hubungan lain yang terbuka baginya.

Coordinated Management of Meaning
Teori Coordinated Management of Meaning (CMM), atau bila kita terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia adalah Teori Manajemen Makna Terkoodinasi, dikembang-kan oleh W. Barnett Pearce dan Vernon Cronen (1980). Menurut Pearce dan Cronen, orang-orang berkomunikasi berdasarkan aturan. Aturan tersebut tidak hanya membantu kita dalam berkomunikasi, tetapi juga dalam menginterpretasikan apa yang dikomunikasikan orang lain pada kita. Karena itu mereka berdua mencetuskan teori CMM (Coordinated Management of Meaning) yang dengan teori ini dapat membantu menjelaskan bagaimana individu saling menciptakan makna dalam sebuah percakapan.
Para teoretikus percaya bahwa dalam dunia teatrikal ini, tidak ada seorang  sutradara utama, melainkan beberapa orang yang menunjuk dirinya sendiri sebagai sutradara, yang berhasil untuk menjaga agar tidak terjadi kekacauan. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa proses ini seringkali menjadi kacau. Perce dan Cronen mengindi-kasikan bahwa para aktor yang dapat membaca naskah aktor lainnya akan mencapai koherensi percakapan. Mereka yang tidak mampu harus mengkoordinasikan makna mereka.
ASUMSI TEORI
1.
Manusia hidup dalam komunikasi
Pearce (1989) berpendapat bahwa, “Komunikasi adalah, dan akan selalu, menjadi lebih penting bagi manusia dari yang seharusnya.” Maksudnya adalah, kita hidup dalam komunikasi.  Sementara itu, para teoretikus mengajukan suatu orientasi yang sama sekali bertolak belakang. Mereka berpendapat bahwa situasi sosial diciptakan melalui interaksi. Oleh karena individu-individu menciptakan realitas percakapan mereka, setiap interaksi memiliki potensi untuk menjadi unik. Selanjutnya, Perce  dan Cronen menyatakan bahwa komunikasi harus ditata ulang dan disesuaikan kembali terhadap konteks demi memahami perilaku manusia.

2.Manusia saling menciptakan realitas sosial
Kepercayaan bahwa orang-orang saling menciptakan realitas sosial mereka dalam percakapan disebut juga konstruksionisme sosial (social constructionism). Semua ini dikonstruksikan dalam proses komunikasi.  Realitas sosial (social reality) mengacu pada pandangan seseorang mengenai bagaimana makna dan tindakan sesuai dengan interaksi interpersonalnya. Ketika dua orang terlibat dalam pembicaraan, masing-masing telah memiliki banyak sekali pengalaman bercakap-cakap dimasa lalu dari realitas sosial sebelumnya. Percakapan yang kini terjadi, akan memunculkan realitas baru karena dua orang datang dengan sudut pandang yang berbeda. Melalui cara inilah dua orang menciptakan realitas sosial yang baru.
3. Transaksi informasi tergantung pada makna pribadi dan makna interpersonal
Pada dasarnya, transaksi informasi tergantung pada makna pribadi dan interpersonal, sebagaimana dikemukakan oleh Donald Cushman dan Gordon Whiting (1972). Makna pribadi (personal meaning) didefenisikan sebagai makna yang dicapai ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain sambil membawa pengalamannya yang unik kedalam interaksi. Makna pribadi membantu orang-orang dalam penemuan maksudnya, hal ini tidak hanya membuat kita mampu menemukan informasi tentang diri kita sendiri, melainkan juga membantu kita dalam penemuan kita mengenai orang lain.
Ketika dua orang sepakat mengenai interpretasi satu sama lain, mereka dikatakan telah mencapai makna interpersonal (interpersonal meaning
Hubungan
Dari kedua Teori dan tradisi fenomenologi, di lihat bahwa hubungannya adalah ketiganya sama-sama membahas realita, interaksi dan pengalaman.
Jika dihubungkan kembali dapat dilihat didunia ini orang-orang berinteraksi dengan orang lain dengan cara yang berbeda-beda sesuai dengan pengalamannya, seperti panggung sandiwara, pertukaran sosial menjadi sebuah pengalaman yang akan mempengaruhi persepsi kita terhadap sesuatu, dan akan mempengaruhi bagaimana interaksi kita kepada yang lain, dari pertukaran sosial tersebut kita juga akan mempengaruhi makna kita. Berbeda pengalaman, akan membuat kita berbeda makna. Pertukaran sosial tanpa pengalaman akan membuat kita sulit untuk memaknai sesuatu, karena berbeda persepsi.

Referensi
Morissan. Teori Komunikasi : Individu Hingga Massa. Jakarta: Kencana, 2013
West, Richard dan Lynn H. Turner. Teori Komunikasi : Analisis dan aplikasi. Jakarta : Salemba Humanaika
Rakhmat, Jalaluddin. 2008. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar